MEMBINGKAI RELASI ORANG HIDUP DAN MATI MELALUI TRADISI LISAN UPACARA TEING HANG

Authors

  • Fabianus Selatang Program Studi Pelayanan Pastoral Sekolah Tinggi Pastoral-Yayasan Institut Pastoral Indonesia Malang Jl. Seruni No.6 Malang-Jawa Timur

Keywords:

teing hang, leluhur, tradisi lisan, kodrat, adikodrati, ancestors, oral traditions, natures, supernatural

Abstract

Abstrak

Praktik upacara teing hang kepada leluhur atau orang meninggal sudah membudaya dalam masyarakat Manggarai. Meskipun praktik upacara ini sudah membudaya, tetapi masih menyisahkan banyak persoalan. Pertanyaan yang seringkali muncul adalah apakah ini bentuk sinkretisme? Apakah ini penghayatan iman yang dualistis? Apakah ini tidak bertentangan dengan isi dan inti iman Kristiani? Apakah ini bentuk penyembahan berhala? Beragam pertanyaan ini mendorong penulis untuk menelisik kedalaman makna dan pesan di balik upacara teing hang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat relasi orang hidup dan mati dalam bingkai tradisi lisan upacara teing hang. Secara konseptual, gagasan relasi yang dimaksudkan di sini didasarkan pada konsep kelahiran. Dalam bingkai konsep kelahiran ini, kemudian orang Manggarai membangun pola relasi dengan leluhur atau orang yang sudah meninggal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik analisa data menggunakan analisa struktur dan semiotika. Data diperoleh dari tokoh adat di desa N Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik upacara teing hang kepada leluhur atau orang yang sudah meninggal bukanlah bentuk sinkretisme atau penyembahan berhala. Praktik upacara teing hang sesungguhnya sarana pewartaan iman yang kontekstual. Dengan adanya upacara teing hang, Gereja menyadarkan umatnya (masyarakat Manggarai) akan dunia yang bersifat adikodrati yang tidak tuntas dijelaskan oleh akal budi. Dengan demikian, upacara teing hang memberikan pemaknaan baru terhadap pengungkapan iman yang ditandai dengan bahasa-bahasa simbolik.

 

Abstract

The teing hang, a traditional ceremony in honour to the ancestors or the deceased is deeply rooted within the  culture of the Manggarai society. Although this ritual  is part of the local culture it still has many unresolved issues. The questions that often arise are: is teing hang a religious syncretism? Is it a dualistic faith practice? Does this not contradict to the content and the essence of Christian faith? Is this a form of idolatry? These  questions encourage writers to explore the depth of the significance and the message of the teing hang ceremony. This study aims to explore the relationship between the living and the dead based on the oral tradition of the teing hang ceremony. Conceptually, the idea of the relationship meant here is based on the concept of birth. In the frame of the birth concept, the Manggarai has built a pattern of relationship with the ancestors or deceased people. This research is carried out through the use of qualitative methods. The data is analysed through structural and semiotic studies. The data is taken from a traditional figure in village N Sub-district Macang Pacar, West Manggarai regency. The results of this study show that the practice of  the teing hang ceremony in honour to the ancestors or deceased people is not a form of syncretism or idolatry. This is actually a way of proclaiming faith. The Church wants to say to the Manggarai society that by the teing hang ceremony there is a supranatual power that isn’t enough explained by reason completely. The Church wishes to show to its believers that the message of the teing hang ceremony is far beyond what is visible to the human eyes. It is a spirituality rich ceremony that envelopes supernatural realities. Thus, the teing hang ceremony provides a new means of expressing faith through symbolic languages.

References

Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture. Basic Books. New York.

Erb, M. 1999. The Manggaraians A Guide to Traditional Lifestyles. Time Editions. Malaysia.

Ihromi, T.O. (ed.). 1987. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Gramedia. Jakarta.

Lantowa, J., Marahayu, N.M. & Khairussibyan M. 2017. Semiotika: Teori, Metode dan

Penerapannya dalam Penelitian Sastra. Edisi Pertama. Deepublish. Yogyakarta.

Muda, H. dkk. 1993. Menggali Tradisi Lisan Seri II/1. Pusat Publist Candraditya. Maumere.

Ratna, N.K. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya. Pustaka Pelajar. Jakarta.

Regus, M. dan Deki, K.T.(Eds). 2012. Gereja Menyapa Manggarai, Menghirup Keutamaan

Tradisi, Menumbuhkan Cinta, Menjaga Harapan: Satu Abad Gereja Manggarai-Flores.

Parrhesia. Jakarta.

Thwaites, T., Davis, L., & Mules, W. 2002. Introducing Cultural and Media Studies: A Semiotic

Approach. Macmillan Education. UK

Verheijen, J.A.J. 1967. Kamus Manggarai I: Manggarai-Indonesia. Koninklijk Instituut Voor

Taal-Land-En Volkenkunde.

Verheijen, J.A.J. Manggarai dan Wujud Tertinggi. Jilid I. LIPI-RUL. Jakarta:

Downloads

Published

2020-06-25

Issue

Section

Articles